Kamis, 17 November 2011

Al Farghani تاب محمد بن كثير الفرغاني في الحركات السماوية وجوامع علم النجوم، بتفسير الشيخ الفاضل يعقوب غوليوس /


Astronomi merupakan ilmu yang telah lama menjadi objek kajian umat Islam. Melalui kajian ilmu ini umat Islam mampu mengurai misteri benda-benda langit dan memberikan sumbangan berharga di dalamnya. Tak heran pula jika banyak astronom Muslim dan menyumbangkan pemikirannya dalam karya yang dibukukukan.
Sebagian besar karya mereka pun menjadi rujukan. Tak hanya oleh ilmuwan semasanya yang juga Muslim namun juga oleh ilmuwan non-Muslim. Buku karya mereka telah melintasi batas wilayah. Karya mereka tak hanya dirujuk di negeri asalnya namun juga bangsa-bangsa lainnya, semisal di Eropa.
Salah satu astronom Muslim yang berhasil menorehkan prestasi gemilang itu adalah Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani. Pria yang karib disapa Al-Farghani ini lahir di Farghana. Ia adalah salah satu astronom yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Al-Mamun pada abad kesembilan dan pewaris pemerintahan selanjutnya.
Pada masa itu pemerintah memang memberikan dukungan bagi berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk kajian astronomi. Bahkan khalifah membangun sebuah lembaga kajian yang sering disebut sebagai Akademi Al-Mamun. Al-Farghani merupakan salah satu ilmuwan yang direkrut untuk bergabung di dalam akademi tersebut.
Al-Farghani bersama astronom lainnya telah menggunakan peralatan kerja yang canggih pada masanya. Mereka mampu memanfaatkan fasilitas yang ada, hingga mampu menghitung ukuran bumi, meneropong bintang-bintang dan menerbitkan berbagai laporan ilmiah.
Dan kemudian Al-Farghani pun mampun menuliskan sebuah karya astronomi yang di kemudian hari menjadi rujukan banyak orang. Ia menuliskan Kitab fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum yang dalam dialihbahasakan menjadi The Elements of Astronomy. Buku ini isinya mengenai gerakan celestial dan kajian atas bintang.
Pada abad kedua belas buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan memberikan pengaruh besar bagi perkembangan astronomi di Eropa sebelum masa Regiomontanus. Al-Farghani memang mengadopsi teori-teori Ptolemaeus namun kemudian ia kembangkan lebih lanjut. Hingga akhirnya ia mampu membentuk teorinya sendiri.
Selain itu ia pun kemudian berhasil menentukan besarnya diameter bumi yang mencapai 6.500 mil. Al-Farggani menjabarkan pula jarak dan diameter planet lainnya. Ini merupakan pencapaian yang sangat luar biasa. Tak heran jika buku karya Al-Farghani tersebut mendapatkan respons yang positif tak hanya oleh kalangan Muslim juga ilmuwan non-Muslim.
Terkenalnya karya Al-Farghani ini disebabkan adanya upaya penerjamahan atas karyanya tersebut. Dua terjemahan The Elements of Astronomy dalam bahasa latin ditulis pada abad kedua belas. Salah satunya ditulis oleh John Seville pada 1135 yang kemudian direvisi oleh Regiomontanus pada 1460-an.
Sedangkan terjemahan lainnya ditulis oleh Gerard Cremona sebelum 1175. Karya selanjutnya disusun oleh Dante yang dilengkapi oleh pemahaman dirinya mengenai astronomi dan ia masukan dalam karyanya, La Vita Nuova. Seorang ilmuwan Yahudi, Jacob Anatoli menerjemahkannya pula ke dalam bahasa Yahudi.
Ini menjadi versi latin ketiga yang dibuat pada 1590. Dan pada 1669 Jacob Golius menerbitkan teks latin yang baru. Bersamaan dengan karya-karya tersebut, banyak ringkasan karya Al-Farghani yang beredar di kalangan saintis dan ini memberikan kontribusi bagi perkembangan pemikiran Al-Farghani di Eropa.
Kelak kemudian hari, The Elements of Astronomy diakui memang sebagai sebuah karya yang sangat berpengaruh. Seorang ilmuwan yang bernama Abd al-Aziz al-Qabisi memberikan komentar atas karya Al-Farghani tersebut, yang kemudian komentar Abd al-Aziz ini tersimpan di Istanbul sebagai manuskrip yang sangat berharga.
Manuskrip lainnya juga banyak bertebaran di berbagi perpustakaan yang ada di Eropa. Ini membuktikan pula bahwa pemikiran Al-Farghani menjadi acuan dalam perkembangan astronomi di Eropa. Aktivitas Al-Farghani tak melulu di bidang astronomi namun ia pun melebarkan aktivitasnya di bidang teknik.
Ini terbukti jika kita mengutip ucapan seorang ilmuwan yang bernama Ibn Tughri Birdi. Ia menyatakan, Al-Farghani pernah ikut dalam melakukan pengawasan pembangunan Great Nilometer, merupakan alat pengukur air, di Fustat atau Kairo Lama.
Bangunan tersebut rampung pada 861 bersamaan dengan meninggalnya Kalifah Al-Mutawwakil yang memerintahkan adanya pembangunan Nilometer tersebut. Tughri menyatakan bahwa semula Al-Farghani memang tak dilibatkan. Namun ia akhirnya terlibat juga karena harus melanjutkan tugas yang dibebankan kepada putra khalifah yaitu Musa Ibn Shakir, Muhamad dan Ahmad.
Ia harus melakukan pengawasan atas penggalian kanal yang dinamakan Kanal Al-Ja'fari di kota baru Al-Ja'fariyya, yang letaknya berdekatakan dengan Samaran di daerah Tigris. Al-Farghani saat itu memerintahkan penggalian kanal dengan membuat hulu kanal digali lebih dalam dibandingkan bagian lainnya.
Maka tak ada air yang cukup mengalir pada kanal tersebut kecuali pada saat permukaan air Sungai Tigris sedang pasang. Kebijakan Al-Farghani ini kemudian didengar oleh sang khalifah dan membuatnya marah. Namun hitungan Al-Farghani kemudian dibenarkan oleh seorang pakar teknik lainnya yang berpengaruh pula, yaitu Sind Ibn Ali.
Sind membenarkan perhitungan yang dilakukan oleh Al-Farghani. Paling tidak ini membuat khalifah menerima kebijakan tersebut. Dalam bidang teknik, Al-Farghani juga menelurkan karya dalam bentuk buku yaitu Kitab al-Fusul, Ikhtiyar al-Majisti, dan Kitab 'Amal al-Rukhamat.

Rabu, 16 November 2011

fakhruddin arrazi أبو عبدالله محمد بن عمر بن الحسین فخرالدین الرازی آملی

BAB II BIOGRAFI IMAM FAKHRUDDIN AR-RAZI
A. Riwayat Hidup
Nama lengkap Imam Fakhruddin Ar-Razi yaitu pengarang Tafsir Al-Kabir yang terkenal ini adalah Shaikh Al-Islam Muhammad bin Umar bin bin Al-Hasan At-Tamimy Al-Bakry Al-Qurasyi At-Tibristani Ar-Razi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari, ini adalah seperti yang di sebut Sheikh Manu ul Al-Quttan, terdapat sedikit perbedaan dengan apa yang di tulis Al-Marhum Dokter Muhammad Husain Az-Zahaby dalam karyaannya yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Umar bin Al-Husain bin Al-Hasan bin Ali At-Tamimy Al-Bakry At-Tibristani Ar-Razi, seorang yang di gelar dengan Faqruddin. Imam Fakhruddin terkenal dengan gelaran Ibnu Khatib Al-Ray Asy-Syafi’i Al-Faqih, Ayah beliau ternyata seorang ulama yang terkenal di zamannya yang bergelar Sheikh Al-Khatib Ar-Ray sahabat Imam Al-Bughawi yang berketurunan Amir Al-Mukminin Saiyidina Abu Bakr As-Siddiq R.A., Khalifah Umat Islam yang pertama, beliau di lahirkan pada 25 Ramadhan di kota Ray (Tehran, ibu kota Iran sekarang ini) pada tahun 543 Hijrah, meninggal dunia pada 606 Hijrah di Herah, sebagaimana yang disebut oleh As-Subki.
Imam Fakhruddin ar-Razi memiliki Ilmu agama dan Umum, Pakar dalam Ilmu Kalam (Teolog), Mufassir, Mantik dan Falsafah, jelas dalam kitab ilmu Kalam bahwa beliau memiliki kitab –kitab ilmu tersebut sehingga beliau dimusuhi oleh ahli-ahli falsafah yang hidup di masanya. kitab –kitab tersebut menjadi tempat rujukan bagi orang-orang yang menggelarkan diri mereka sebagai ahli Falsafah Islam. Imam Fakhruddin ar-Razi mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi ulama usul Fiqh. sehingga apabila mereka mengutip pandangan beliau mereka berkata dalam karangan mereka : “berkata Imam , atau disisi Imam , apabila mereka berkata “Imam”, tanpa menyebut nama selepas daripadanya maka yang di maksudkan ialah Imam Fakhruddin ar-Razi . B. Pendidikan Imam Fakhruddin ar-Razi memulai belajar ilmu dari ayahnya, Al-Imam Dhiya ad-Din Khatib ar-Ray sahabat Imam Bughawi oleh kerena itulah di kemudian hari Imam Fakhruddin ar-Razi di gelar sebagai ibnu Khatib ar-Ray, di nisbah kepada nama ayahnya.
Imam Fakhruddin ar-Razi belajar ilmu dari ayahnya sampai ayahnya meninggal dunia, kemudian beliau belajar dengan sebagian ulama di kota ar-Ray, beliau belajar ilmu Hikmat, Kalam dan Fiqh dengan Majdidin Al-Jaili seorang yang amat terkenal pada zamannya, mengutip ilmu dengan Majdi–Din mengambil masa yang sangat lama sehingga tiada terdapat pada zamannya yang lebih hebat dari beliau, dan adalah majlis ilmunya sangat hebat, sosok beliau sangatlah dimuliakan orang ramai sehingga pemerintah sangat memuliakan beliau. Berkata Ibnu Khalkan (yaitu murid Imam Fakhruddin ar-Razi), bahwa Imam Fakhruddin ar-Razi menulis dalam karangannya yang bernama Tahsil Al-Haq, belajar dengan tekun ilmu Usul (Usul disini bermaksud Ushuluddin yaitu ilmu Tauhid /Kalam) dengan ayahnya Dhiya Al-Qur’an-Din Umar, dan ayahnya belajar dari Abi Al-Qasim Sulaiman Bin Nasir Al-Ansari dan beliau belajar dari Imam Al-Haramain Abi Ma’ali Al-Juwaini, dan beliau belajar dengan Al-Ustaz Abi Ishaq Al-Isfiraiyaini dan beliau belajar dengan Al-Syeikh Abi Al-Husain Al-Baahili dan beliau belajar dengan Syeikh As-Sunnah wal Jamaah Abi Al-Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari ( Imam abu Hasan Asy’ari ) dan Imam abu Hasan Asy’ari belajar ilmu dengan ayah tirinya Ali Al-Jubba’i Al-Mu’tazili (seorang Imam pada Madhab Mu’tazilah) pada permulaannya kemudian beliau kembali kepada monolong madzhab Ahli Sunnah wal Jamaah, setelah peristiwa perdebatan beliau dengan Sheikh Al-Jubbai. Adapun dalam memperdalami ilmu Madhab (Fiqh) pula, beliau belajar dari ayahnya, dan ayahnya belajar dari Abi Muhamad Al-Husain bin Mas’ud Al-Farra’ Al-Baghawi, AL-Farra’ pula belajar dari Al-Qhadi Hussin Al-Marwazi, dan Al-Qhadi Hussin pula belajar dari Al-Qaffal Al-Marwazi, manakala al-Qaffal belajar dari Abi Yazid Al-Marwazi, yang mana dia belajar dari Ali Abi ‘Abbas bin Rabah, Abi ‘Abbas pula belajar dari Abi Al-Qasim Al-Anmaathi, dan beliau belajar dari Abi Ibrahim Al-Muzani, yang mana Al-Muzani belajar dari Al-Imam Asy-Syafi’i R.A.
Dikatakan bahwa Imam Fakhruddin ar-Razi menghapal kesemua karangan Imam al-Haramain dalam Ilmu Kalam, kemudian beliau menuju ke negeri Khawazim, pada masa ini beliau telah mahir dalam pelbagai disiplin ilmu, lantaran beliau di sini, telah berlaku peristiwa pertukaran Madhab dan pegangan Ilmu Kalam di kalangan penduduk. kemudian beliau berpindah ke negeri berdekatan , disini berlaku lagi peristiwa yang sama semasa beliau di Khawazim, kemudian beliau kembali ke negeri asal beliau Ar-Ray, dan adalah di Ar-Ray pada masa ini seorang dokter perubatan yang mempunyai kehidupan yang mewah, beliau mempunyai dua orang anak perempuan, manakala Imam Fakhruddin ar-Razi mempunyai dua orang anak laki-laki, apabila si dokter sakit dan yakin bahwa beliau akan mati lantaran sakitnya itu beliau menikahkan kedua orang anak beliau itu dengan dua anak Imam Fakhruddin ar-Razi kemudian Imam Fakhruddin ar-Razi menjadi pengurus kesemua harta benda tersebut.
C. Peribadi beliau .
Imam Fakhruddin ar-Razi adalah seutama-utama Ulama pada masanya dalam bidang ilmu fiqh , ilmu-ilmu bahasa dan sastera, ilmu mantik (logika), dan ilmu madhab-madhab Kalam (aliran pemikiran dan Akidah), termasuk seorang yang pakar di zamannya pada ilmu perubatan dan ilmu hikmah. adalah Imam Fakhruddin Ar-Razi , apabila berjalan beliau , di iringi oleh lebih dari tidak ratus murid yang sentiasa bersedia mengambil ilmu dari beliau dalam bidang Tafsir, Fiqh, Kalam, Kedokteran, Usul Fiqh, dan lainnya. Apabila beliau duduk untuk memberikan pengajian, beliau di kelilingi oleh kelompok murid-murid beliau yang paling tua seperti Zainuddin Al-Kassyi, Al-Qutb Al-Masri, Shihabuddin Al-Naisaburi, kemudian di kelilingi oleh murid-murid beliau yang sederhana sedikit martabat mereka nisbah ilmu dan kefahaman, dan apabila di tanyai satu soalan maka di jawab oleh murid muridnya, kalau soalan itu adalah soalan yang sukar, maka di jawab oleh murid-muridnya yang tertua, maka jika soalan itu terlalu sukar maka beliau sendiri yang akan menjawabnya. Imam Fakhruddin Ar-Razi punya kedudukan yang tinggi di sisi ulama Usul Fiqh, sehingga apalila mereka mengambil pandangan beliau mereka berkata; “berkata Imam atau disisi Imam” apabila mereka berkata disisi Imam atau berkata Imam tanpa menyebut siapa namanya selepasnya maka yang dimaksudkan ialah Imam Fakhruddin Ar-Razi . D . Karyaan Imam Fakhruddin Ar-Razi Karyaan Imam Fakhruddin ar-Razi terbagi kepada tiga bagian, yaitu karyaan berbahasa Arab yang di siapkan sepenuhnya oleh beliau, karyaan berbahasa arab yang di sempurnakan oleh orang sesudah beliau, dan karyaan beliau yang di tulis dalam bahasa Persia, adapun karyaan beliau dalam bahasa arab yang di siapkan beliau ialah :
1- Kitab Tafsir Al-Kabir, inilah Kitab Imam Fakhruddin ar-Razi yang paling terkenal, kitab ini disempurnakan cetakannya syarikat percetakan Mesir, yang di cetak sebanyak 32 juzuz.
2- Kitab Tafsir Al-Fatihah dan menerangkan bahawa padanya terdapat seribu masalah.
3. Kitab Tafsir As-Shaghir (dengan judul asrar Al-Tanzil wa Anwar Ta’wil)
4. Kitab Nihayah Al-‘Ukul 5. Kitab Al-Mahshul fi Ilmi Usul Fiqh
6. Kitab Al-Mabahasul Masyriqiyah
7. Kitab Lubab Al-Isyarat
8. Kitab Al-Matholib Al-‘Aliyah fi Hikmah
9. Kitab Al-Mu’alim fi Ushul Fiqh
10. Kitab Al-Mu’alim fi Ushul Ad-Din
11. Kitab Al-Tanbihul Isyarah fi Ushul
12. Kitab Al-Arbain fi Ushul Ad-Din
13. Kitab Siraj Al-Qulub
14. Kitab Zubdatul Afkar wa Umdatul Nizhar
15. Kitab Sharh Al-Isyarat
16. Kitab Manakib Al-Imam Asy-Syafi’i
17. Kitab Tafsir Asma’ Al-Husna
18. Kitab Ta’sis Al-Taqdis
19. Kitab Al-Thariqah Fi Al-Jidal
20. Kitab Risalah fi Al-Soal
21. Kitab Muntakhib Tankalusya
22. Kitab Mabahas Al-wujub wa Adam
23. Kitab Mabahas Al-Jidl
24. Kitab An-Nabdhi
25. Kitab Al-‘Ala iyyah fi Khilaf
26. Kitab Lawami ul Bayyinat fi Syarh Asma’ Al-Allah was-Sifat
27. Kitab Fadhail As-Shahabat Ar-Rasyidin 28. Kitab Qhada’i wal Qadri
29. Kitab Risalah Fi Huduth
30. Kitab Kitab Al-Lathai tu Al-Ghayaiyyah
31. Kitab Syahu ‘Uyunul Hikmah
32. Kitab Syifa u Al-‘Uyyi minal Khilaf
33. Kitab Al-Qhalqi wal Bi’si
34. Kitab Al-Akhlak
35. Kitab Ar-Risalah As-Shohibiyyah
36. Kitab Ar-Risalah Al-Majdiyah
37. Kitab Al-‘Usmatul Ambiya’
38. Kitab Mashadirat Iqliidis
39. Kitab fi Al-Handisah
40. Kitab Nafsatu Masdur
41. Kitab Ar-Risalah fi Zimmi Ad-Dunya
42. Kitab Al-Ikhtiyarat Al-‘Alaiyyah, fi ta’siraati As-Samawiyyah
43. Kitab Al-Ihkam Al-Ahkam
44. Kitab Ar-Riyadhah Al-Mauniqah
45. Kitab Ar-Risalah An-Nafsi
46. Al-Mahsul fi Ilmi Al-Kalam
47. Kitab At-Thoriqatul fi Akhlak
48. Al-Mahsul fi Al-Fiqhi
49. Kitab Al-Milal wa Al-Nihal
50. Kitab Al-Ayatul Bayyinat
51. Kitab Ar-Risalah fi At-Tanbih ‘ala ba’dhi Al-asrarir Mauaadi ah fi ba’dhi Suwar Al-Qur’an Al-Karim
52. Kitab Risalah Al-Jawahir Al-Fardi
53. Kitab fi Ar-Ramli
54. Kitab Masail At-Thibbi
55. Kitab Az-Zubdat fi Ilmi Al-Kalam
56. Kitab Al-Firasat
57. Kitab Al-Mulkhish fi Falsafah
58. Kitab Al-Mabahis Al-Imadiyyah fi Al-Muthalib Al-Ma adiyyah
59. Kitab Al-Khamsin fi Usuliddin
60. Kitab Risalah fi An-Nubuwat
61. Kitab Nihayah Al-Iijaz fi dirayatil ‘Ijaz
62. Kitabul Uyun Al-Masail An-Najjariyah
63. Kitab Al-Bayan wa Al-Burhan fi Raddi ala Ahli Al-Zaigh Wat Tughyan fi Ilmi Kalam
64. Kitab Tahsilul Haq
65. Kitab Al-Muakhizatil ‘ala An-Nuhah
66. Kitab Tahzib Ad-Dalail wal Uyun Al-Masail fi Ilmi al-Kalam
67. Kitab Irsyad An-Nazhoir ila Lathoif Al-Asrar fi Ilmi Al-Kalam
Adapun karyaan beliau dalam bahasa arab yang belum sempat disiapkan beliau, beliau meninggal :
1. Kitab Syarh Saqth Al-Zundi
2. Kitab Kulliyat Al-Qanun
3. Kitab Syarh Wajiz Al-Ghazali
4. Kitab fi Ibthal Al-Qiyas
5. Kitab Syarh Nahji Al-Balaghah
6. Kitab Al-Jami’ Al-Kabir fi Thibb
7. Kitab Syarh Al-Mufashol lil Zamakhsyari
8. Kitab At-Tasyrih Minal Ra’si ila Al-Halqi
Bagi Imam Fakhruddin Ar-Razi beberapa kitab yang di tulis beliau dalam bahasa Persia seperti : Risalah Al-Kamaliah, wa Tahjin Ta’jiz Al-Falasafah dan Kitab Al-Barahin Al-Bahaiyyah.
E. Gelar-gelar Bagi Imam Fakhruddin Ar-Razi beberapa gelaran , gelaran itu di berikan kerena kepakaran beliau dalam pelbagai cabang ilmu kegamaan dan umum, antara gelaran tersebut ialah:
1. Syeikh Al-Islam :Guru Besar dalam pengajian Islam
2. Imam Al-Mutakallimin : Panutan ulama ilmu Kalam
3. Fakhr Al-Islam : Kemegahan agama Islam
4. Fakhr Al-Muslimin : Kemegahan orang Islam
5. Hujjatullah fi ‘Alamin : Tanda-tanda kebesaran Allah dimuka bumi
6. Tajul Al-Muhaqqiqin : Mahkota bagi orang punya keyakinan
7. Al-Imam Al-Mutasoddar : Panutan dan tempat rujukan
8. Al-‘Allamah : Orang yang sangat Alim
9. Al-Imam : Panutan manusia banyak
10. Ibnul Khatib Ar-Ray : Anak kepada Khatib Ar-Ray
F. Tafsir Al-Kabir Dengan begitu banyak perjalanan dan kesibukan beliau, Imam Fakhruddin Ar-Razi masih sempat lagi membagikan waktunya untuk menafsirkan Al-Qur’an dan menulisnya, padahal pada masa itu beliau banyak berdebat masalah akidah yaitu antara akidah Ahli Sunnah wal Jamaah dan Mu’tazilah. Kitab Tafsir beliau namakan Tafsir Al-Kabir ini merupakan kitab tafsir yang sangat terkenal dikalangan pengkaji ilmu Tafsir Al-Qur’an.
Tafsir ini di kelompokkan ulama tafsir sebagai tafsir bira’yi yang mempunyai mempunyai delapan jilid tebal. Walaupun tafsir beliau dikelompokkan ulama tafsir sebagai tafsir bir ra’yi, namun tafsir ini banyak istifadah yang bisa di ambil, salah satu keistimewaan tafsir beliau ialah banyak mengemukakan dan mencocokan dengan kondisi umat yang ada di dunia ini seperti masalah olah raga, masalah keajaiban alam dan masalah balaghah al-Qur’an, apalagi beliau terkenal sebagai pakar dalam bidang lughah.
Sebagai seorang yang pakar dalam berbagai ilmu agama maupun umum, ilmu-ilmu itu mempengaruhi Imam Fakhruddin Ar-Razi pada tafsirnya, ke dalam tafsirnya itu di isikan ilmu kedokteran, ilmu mantiq, falsafah dan hikmah, di ambilnya dari ayat-ayat al-Qur’an dan ruh ayat-ayatnya. Ayat-ayat al-Qur’an itu dibawanya kepada hal-hal yang mengenai ilmu umum dan istilah istilah amaliah, oleh sebab itu ada beberapa ulama mengatakan bahwa; yang ada padanya selain tafsir juga ilmu umum. Dalam Tafsir Al-Kabir, Imam Fakhruddin Ar-Razi banyak menjelaskan tentang munasabah surat dan ayat dengan mengemukan ilmu riyadah, thabi’iyah, fulkiyah, falsafah, dan pembahasan ilahiyat yang bersandarkan kepada akal dan langsung disebut pendapat ulama Fikih, hal ini disebab kan tuntutan umat di zamannya.
Ibnu Qahdi Syahibah mengatakan bahwa Imam Fakhruddin Ar-Razi tidaklah menyempurnakan Tafsirnya, Ibnu Hajar juga berkomentar tentang ini.ulama sesudahnya yaitu Sheikh Muhammad Az-Zahibiy mengatakan; orang yang sanggup aku kemukakan disini yang menggegerkan ialah Imam Fakhruddin Ar-Razi . tafsirnya itu ditulis sampai surat Anbiyak, kemudian di sambung Sheikh Syihabuddin Al-Khaubi, tapi sayangnya tidak tamat.
Tafsir Imam Fakhruddin Ar-Razi diteruskan oleh Syekh Syihabuddin Al-Haubi di Dimaskus, Syiria pada tahun 639 Hijriyah dan kemudian diselesaikan oleh Syekh Najmuddin Al-Qamuli pada 727 Hijriyah beliau adalah asli Mesir. Walaupun Tafsir Imam Fakhruddin Ar-Razi di selesaikan olah ulama setelahnya namun tidak ditemukan perbedaan dan penafsiran ketiga- tiga ulama tersebut kerena manhaj dan jalur penafsiran ketiga-tiga ulama itu sama walaupun berbeda zaman. Maka si pembaca tidak akan bisa menbedakan yang mana yang asli dari Imam Fakhruddin Ar-Razi dan yang mana yang di tambahi oleh ulama setelahnya. Inilah yang di kemukakan pengarang kitab Kasyful Dzunun; orang yang membaca kita tafsir ini tidak mendapat kelainan dalam segi metode dan jalan yang di tempuh.Dan tidak sanggup membedakan yang mana yang asli dan yang mana yang di sempurnakan. Akan tetapi Al-Marhum Dokter Muhammad Husain Az-Zahaby menyatakan dalam kitabnya At-Tafsir wal Mufassirun : “sesungguhnya kita dapati semasa sedang membaca kitab Tafsir tersebut pada firman Allah Taala ayat 24 dari Surat Al-Waqiah ibarat begini : المسألة الأولى أصولية, ذكرها الإمام فخر الدين الرازي رحمه الله في مواضع كثيرة, و نحن نذكر بعضها….الخ. Ibarat tersebut adalah satu petanda bahwa Imam Faqruddin Ar-Razi tidak sampai sehingga surat tersebut dalam penafsirannya. Metodologi Penulisan Dari sekian banyak ulama yang meneliti Tafsirnya, maka ditemukan beberapa keistimewaan yang terdapat dalam Tafsirnya seperti beliau telah menetapkan dan menggunakan teknik atau metodologi tertentu dalam penulisan kitab tafsirnya yaitu :
1. Beliau sangat mementingkan tentang munasabah ayat-ayat al-Qur’an dengan surat.
2. Beliau sangat mengutamakan tentang munasabah ayat dengan keilmuan yang berkembang.
3. Beliau bisa menghubungkan Tafsir itu dengan ilmu Riyadhah dan falsafah.
4. Beliau bisa menjelaskan tentang akidah yang berbeda dan bisa mencocokkan dimana perbedaan itu.
5. Beliau mengemukakan tentang balaghah Al-Qur’an dan menjelaskan beberapa kaidah Usul.
6. pembahasan yang berkenaan dengan ketuhanan di sangkutkannya kepada dalil-dalil yang di kemukakan oleh falsafah rasionalis.
7. Beliau juga menyebut madzhab-madzab para Fuqaha, membesar-besarkan hal ini tidak penting bagi ilmu tafsir. Kitab tafsir beliau berisikan kipasan yang cukup luas secara ilmiah dan ilmu Kalam juga ilmu ‘Alam, hal ini sangat penting dalam menafsirkan al-Qur’an.
F.1 Masadir Tafsir Mafatih Al-Ghaib Imam Faqruddin Ar-Razi telah mengumpulkan pendapat- pendapat ulama Mufassirin seperti Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Al-Suda’, Said Bin Jubair. Dari sudit bahasa pula beliau mengambil dari Kibar Al-Ruwat Al-Asma’Abi Ubaidah, juga dari ulama’ seperti Al-Farra’ dan Al- Zujaj. Beliau turut menaqalkan dari pendapat ,muktazilah seperti Abu Mas’ud Al- Asfahani, Qadi Ab. Jabbar, Al-Zamakhsyari si pemilik Tafsir yang mashur yaitu Al- Kasyaf yang mana tafsirnya mengandungi maklumat yamg mendalam tentang ta’wil dan tafsirnya yang mengandungi maklumat yang mendalam tentang ta’wil dan tafsir serta ilmu lughah dan Balaghah yang memberi paedah kepada ulama tafsir selepasnya.


sejarah dan karya-karyanya ilmuwan ibnu sina (بو علي الحسين بن عبد الله بن سينا)


Ibnu Sina

Abu 'Ali al-Husain bin' Abd Allāh bin Sīnā ', yang dikenal sebagai Abu Ali Sina (Arab : ابوعلی سینا) atau Ibnu Sina (Arab : ابن سینا) atau barat mengenalnya dengan nama Latin Avicenna (Yunani: Aβιτζιανός), (lahir c. 980 dekat Bukhara (kini wilayah Uzbekistan) meninggal 1037 di Hamedan (kini wilayah Iran). Beliau  adalah seorang kebangsaan Persia yang ahli matematikawan, dokter, ensiklopedis  dan filsuf yang tekenal dizamannya. Beliau juga seorang astronomi, apoteker, ahli geologi, logician, paleontologist, fisika, penyair, psikolog, ilmuwan, tentara, negarawan, dan guru.

Ibnu Sīnā telah menulis hampir 450 karya dengan berbagai disiplin ilmu, namun hanya sekitar 240 yang masih bertahan hingga kini. Secara khusus, dari 150 karyanya yang masih ada berkonsentrasi pada falsafah dan 40 diantaranya berkonsentrasi pada kedokteran.  Karyanya paling terkenal adalah Buku Penyembuhan, yang memuat ensiklopedi luas dan filosofis ilmiah  (Al Qanun Al TibbThe Canon of Medicine, yang merupakan standar medis di banyak perguruan tinggi zaman modern. The Canon of Medicine telah digunakan sebagai buku teks di perguruan tinggi dari Montpellier dan Louvain pada akhir 1650. 
Ibnu Sīnā mengembangkan sistem medis yang menkombinasikan antara pengalaman pribadi dalam pengobatan Islam, sistem pengobatan Yunani dokter Galen,  metafisika Aristoteles serta berbagai sistem pengobatan kuno dari Persia, Mesopotamian dan India. Dia juga penemu dari logika Avicennian dan pendiri sekolah filosofis Avicinna, yang memiliki pengaruh dalam dunia Muslim dan Ilmuwan Modern.
Ibnu Sīnā dianggap sebagai Bapak dari pengobatan modern, dan pharmacology khususnya untuk pengenalan sistematis eksperimen dan hitungan ke dalam studi fisiologi, penemuan itu menular dari sifat infeksius penyakit, pengenalan karantina untuk membatasi penyebaran penyakit menular, pengenalan percobaan obat-obatan, berdasarkan bukti-obat, uji klinis,
Riwayat Ibnu Sina
Kehidupan Ibnu Sina dikenal lewat sumber - sumber berkuasa dimana sebuah autobiografi membahas tiga puluh tahun pertama kehidupannya, dan sisanya didokumentasikan oleh muridnya al-Juzajani, yang juga sekretarisnya dan temannya.
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) / 980 (M) di rumah ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afganistan (dan juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.
Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa, yang mengizinkannya menyusul para gurunya pada usia 14 tahun.
Ibn Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah - masalah metafisika dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak rintangan. pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku - bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai hidayah menyelesaikan kesulitan - kesulitannya. Pada larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata - katanya tertulis dalam ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall seharga tiga dirham. Yang sangat mengagumkan adalah kesenangannya pada penemuan, yang dibuat dengan bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang mempercepat untuk berterima kasih kepada Allah SWT, dan memberikan sedekah atas orang miskin.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode - metode baru dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai." Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
Pada usia 17 tahun, Ibnu Sina berhasil menyembuhkan seorang raja di Bukhara, yaitu Nooh Ibnu Mansoor, setelah semua tabib terkenal yang diundang gagal menyembuhkan sang raja tersebut. Dan sebagai balasannya, Ibnu Sina diizinkan untuk membaca smeua buku-buku di perpustakaan setelah dia menolak pemberian hadiah sang Raja. 
Pekerjaan pertamanya menjadi fisikawan untuk emir, yang diobatinya dari suatu penyakit yang berbahaya. Majikan Ibnu Sina memberinya hadiah atas hal tersebut dengan memberinya akses ke perpustakaan raja Samanids, pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika perpustakaan dihancurkan oleh api tidak lama kemudian, musuh - musuh Ibnu Sina menuduh din oa yang membakarnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan sumber pengetahuannya. Sementara itu, Ibnu Sina membantu ayahnya dalam pekerjaannya, tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awalnya.
Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun, ayahnya meninggal.Samanid dynasty menuju keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu Sina menolak pemberian Mahmud of Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di Uzbekistan modern, dimana vizier, dianggap sebagai teman seperguruan, memberinya gaji kecil bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke perbatasan Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat - bakatnya. Shams al-Ma'äli Qäbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan sarjana, yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung, dimana sekitar tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang memberontak. Ibnu Sina sendiri pada saat itu terkena penyakit yang sangat parah. Akhirnya, di Gorgan, dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman didekat rumahnya sendiri idmana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi. Beberapa dari buku panduan Ibnu Sina ditulis untuk orang ini ; dan permulaan dari buku Canon of Medicine juga dikerjakan sewaktu dia tinggal di Hyrcania. 
Ibnu Sina wafat pada tahun 1037 M di Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Ia wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah. 

Pemikiran Ibnu Sina 

Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Dalam ilmu kedokteran, kitab Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam.  Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.   
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.” 
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.   
Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya. 
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
Ibnu Sina merupakan seorang ahli geografi yang mampu menerangkan bagaimana sungai-sungai berhubungan dan berasal dari gunung-ganang dan lembah-lembah. Malahan ia mampu mengemukakan suatu hipotesis atau teori pada waktu itu di mana gagal dilakukan oleh ahli Yunani dan Romani sejak dari Heredotus, Aristoteles sehinggalah Protolemaious. Menurut Ibnu Sina " gunung-ganang yang memang letaknya tinggi iaitu lingkungan mahupun lapisannya dari kulit bumi, maka apabila ia diterajang lalu berganti rupa dikarenkan oleh sungai-sungai yang meruntuhkan pinggiran-pinggirannya. Akibat proses seperti ini, maka terjadilah apa yang disebut sebagai lembah-lembah."
Ibnu Sina juga telah memperkembangkan ilmu psikologi dalam perubatan dan membuat beberapa perjumpaan dalam ilmu yang dikenali hari ini sebagai ilmu perubatan psikosomatics "psychosomatic medicine". Beliau memperkembangkan ilmu diagnosis melalui denyutan jantung (pulse diagnosis) untuk mengenal pasti dalam masa beberapa detik sahaja ketidak - seimbangan humor yang berkenaan . Diagnosis melalui denyutan jantung ini masih dipratikkan oleh para hakim (doktor-doktor muslim) di Pakistan, Afghanistan dan Parsi yang menggunakan ilmu perubatan Yunani. Seorang doktor tabii dari Amerika (1981) melapurkan bahawa para hakim di Afghanistan, China, India dan Parsi sanggat berkebolehan dalam denyutan jantung di tempat yang dirasai tetapi mutunya yang pelbagai .Ini merangkumi :

  • Kuat atau denyutan yang lemah.
  • Masa antara denyutan.
  • Kandungannya lembap di paras kulit dekat denyutan itu dan lain-lain lagi.

Dari ukuran-ukuran denyutan jantung seseorang hakim mungkin mengetahui dengan tepat penyakit yang dihinggapi di dalam tubuh si pesakit. Ibnu Sina menyedari kepentingan emosi dalam pemulihan. Apabila pesakit mempunyai sakit jiwa disebabkan oleh pemisahan daripada kekasihnya , beliau boleh mendapati nama dan alamat kekasihnya itu melalui cara berikut:
Caranya adalah untuk menyebut banyak nama dan mengulanginya dan semasa itu jarinya diletakkan atas denyutan (pulse) apabila denyutan itu terjadi tidak teratur atau hampir-hampir berhenti , seseorang itu hendaklah mengulang proses tersebut. Dengan cara yang sedemikan , nama jalan , rumah dan keluarga disebutkan. Selepas itu , kata Ibnu Sina "Jika anda tidak dapat mengubat penyakitnya maka temukanlah si pesakit dengan kekasihnya , menurut peraturan syariah maka buatlah".(Terjemahan). Ibnu Sina adalah doktor perubatan yang pertama mencatatkan bahawa penyakit paru-paru (plumonary tuberculosis) adalah suatu penyakit yang boleh menjangkit (contagious) dan dia menceritakan dengan tepat tanda-tanda penyakit kencing manis dan masalah yang timbul darinya. Beliau sangat berminat dalam bidang mengenai kesan akal (mind) atas jasad dan telah banyak menulis berkenaan gangguan psikologi. 
Karya Ibnu Sina
Buku-buku yang pernah dikarang oleh Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai de Bibliographie Avicenna yang ditulis oleh Pater Dominician di Kairo dan diantara beberapa karya Ibnu Sina ialah : 
  1. Qanun fi Thib (Canon of Medicine) (Terjemahan bebas : Aturan Pengobatan)
  2. Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
  3. An Nayyat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
  4. Al-Majmu : berbagai ilmu pengetahuan yang lengkap, di tulis saat berusia 21 tahun di Kawarazm
  5. Isaguji (The Isagoge) ilmu logika Isagoge : Bidang logika 
  6. Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang pembahagian ilmu-ilmu rasional.
  7. Ilahiyyat (Ilmu ketuhanan) : Bidang metafizika 
  8. Fiad-Din yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi "Liber de Mineralibus" yakni tentang pemilikan (mimeral).
  9. Risalah fi Asab Huduts al-Huruf  : risalah tentang sebab-sebab terjadinya huruf - Bidang sastera arab
  10. Al-Qasidah al- Aniyyah : syair-syair tentang jiwa manusia - Bidang syair dan prosa
  11. Risalah ath-Thayr : cerita seekor burung. - Cerita-cerita roman fiktif
  12. Risalah as-Siyasah : (Book on Politics) – Buku tentang politik - Bidang politik
  13. Al Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil. 
  14. Uyun Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat. Ensiklopedi Britanica menyebutkan bahwa kemungkinan besar buku ini telah hilang.
  15. Al Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur.
  16. Al Insyaf tentang keadilan sejati.
  17. Al Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan.
  18. Sadidiya, tentang kedokteran.
  19. Danesh Nameh, tentang filsafat.
  20. Mujir. Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
  21. Salama wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan di Barat)


. Salman Al Farisiسلمان الفارسي; pembuat strategi perang kanal, meriam pe lontar/tank.

( Perantau Sejati Dalam Mencari Kebenaran )
Dari Persi datangnya pahlawan kali ini. Dan dari Persi pula Agama Islam nanti dianut oleh orang-orang Mu'min yang tidak sedikit jumlahnya, dari kalangan mereka muncul pribadi-pribadi istimewa yang tiada taranya, baik dalam bidang kedalaman ilmu pengetahuan dan ilmuan dan keagamaan, maupun keduniaan.
Dan memang, salah satu dari keistimewaan dan kebesaran al-Islam ialah, setiap ia memasuki suatu negeri dari negeri-negeri Allah, maka dengan keajaiban luar biasa dibangkitkannya setiap keahlian, digerakkannya segala kemampuan serta digalinya bakat-bakat terpendam dari warga dan penduduk negeri itu, dokter-dokter Islam, ahli-ahli astronomi Islam, ahli-ahli fiqih Islam, ahli-ahli ilmu pasti Islam dan penemu-penemu mutiara Islam.
Ternyata bahwa pentolan-pentolan itu berasal dari setiap penjuru dan muncul dari setiap bangsa, hingga masa-masa pertama perkembangan Islam penuh dengan tokoh-tokoh luar biasa dalam segala lapangan, baik cita maupun karsa, yang berlainan tanah air dan suku bangsanya, tetapi satu Agama. Dan perkembangan yang penuh berkah dari Agama ini telah lebih dulu dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahkan beliau telah menerima janji yang benar dari Tuhannya Yang Maha Besar lagi Maha Mengetahui. Pada suatu hari diangkatlah baginya jarak pemisah dari tempat dan waktu, hingga disaksikannyalah dengan mata kepala panji-panji Islam berkibar di kota-kota di muka bumi, serta di istana dan mahligai-mahligai para penduduknya.
Salman radhiyallahu 'anhu sendiri turut menyaksikan hal tersebut, karena ia memang terlibat dan mempunyai hubungan erat dengan kejadian itu. Peristiwa itu terjadi waktu perang Khandaq, yaitu pada tahun kelima Hijrah. Beberapa orang pemuka Yahudi pergi ke Mekah menghasut orang-orang musyrik dan golongan-golongan kuffar agar bersekutu menghadapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan Kaum Muslimin, serta mereka berjanji akan memberikan bantuan dalam perang penentuan yang akan menumbangkan serta mencabut urat akar Agama baru ini.
Siasat dan taktik perang pun diaturlah secara licik, bahwa tentara Quraisy dan Ghathfan akan menyerang kota Madinah dari luar, sementara Bani Quraidlah (Yahudi) akan menyerang-nya dari dalam -- yaitu dari belakang barisan Kaum Muslimin sehingga mereka akan terjepit dari dua arah, karenanya mereka akan hancur lumat dan hanya tinggal nama belaka.
Demikianlah pada suatu hari Kaum Muslimin tiba-tiba melihat datangnya pasukan tentara yang besar mendekati kota Madinah, membawa perbekalan banyak dan persenjataan lengkap untuk menghancurkan. Kaum Muslimin panik dan mereka bagaikan kehilangan akal melihat hal yang tidak diduga-duga itu. Keadaan mereka dilukiskan oleh al-Quran sebagai berikut:
Ketika mereka datang dari sebelah atas dan dari arah bawahmu, dan tatkala pandangan matamu telah berputar liar, seolah-olah hatimu telah naik sampai kerongkongan, dan kamu menaruh sangkaan yang bukan-bukan terhadap Allah. (Q.S. 33 al-Ahzab:l0)
24.000 orang prajurit di bawah pimpinan Abu Sufyan dan Uyainah bin Hishn menghampiri kota Madinah dengan maksud hendak mengepung dan melepaskan pukulan menentukan yang akan menghabisi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Agama serta para shahabatnya.
Pasukan tentara ini tidak saja terdiri dari orang-orang Quraisy, tetapi juga dari berbagai kabilah atau suku yang menganggap Islam sebagai lawan yang membahayakan mereka. Dan peristiwa ini merupakan percobaan akhir dan menentukan dari fihak musuh-musuh Islam, baik dari perorangan, maupun dari suku dan golongan.
Kaum Muslimin menginsafi keadaan mereka yang gawat ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam-pun mengumpulkan para shahabatnya untuk bermusyawarah. Dan tentu saja mereka semua setuju untuk bertahan dan mengangkat senjata, tetapi apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan itu?
Ketika itulah tampil seorang yang tinggi jangkung dan berambut lebat, seorang yang disayangi dan amat dihormati oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Itulah dia Salman al-Farisi radhiyallahu 'anhu!' Dari tempat ketinggian ia melayangkan pandang meninjau sekitar Madinah, dan sebagai telah dikenalnya juga didapatinya kota itu di lingkung gunung dan bukit-bukit batu yang tak ubah bagai benteng juga layaknya. Hanya di sana terdapat pula daerah terbuka, luas dan terbentang panjang, hingga dengan mudah akan dapat diserbu musuh untuk memasuki benteng pertahanan.
Di negerinya Persi, Salman radhiyallahu 'anhu telah mempunyai pengalaman luas tentang teknik dan sarana perang, begitu pun tentang siasat dan liku-likunya. Maka tampillah ia mengajukan suatu usul kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu suatu rencana yang belum pernah dikenal oleh orang-orang Arab dalam peperangan mereka selama ini. Rencana itu berupa penggalian khandaq atau parit perlindungan sepanjang daerah terbuka keliling kota.
Dan hanya Allah yang lebih mengetahui apa yang akan dialami Kaum Muslimin dalam peperangan itu seandainya mereka tidak menggali parit atas usul Salman radhiyallahu 'anhu tersebut.
Demi Quraisy menyaksikan parit terbentang di hadapannya, mereka merasa terpukul melihat hal yang tidak disangka-sangka itu, hingga tidak kurang sebulan lamanya kekuatan mereka bagai terpaku di kemah-kemah karena tidak berdaya menerobos kota.
Dan akhirnya pada suatu malam Allah Ta'ala mengirim angin topan yang menerbangkan kemah-kemah dan memporak-porandakan tentara mereka. Abu Sufyan pun menyerukan kepada anak buahnya agar kembali pulang ke kampung mereka ... dalam keadaan kecewa dan berputus asa serta menderita kekalahan pahit ...
Sewaktu menggali parit, Salman radhiyallahu 'anhu tidak ketinggalan bekerja bersama Kaum Muslimin yang sibuk menggali tanah. Juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut membawa tembilang dan membelah batu. Kebetulan di tempat penggalian Salman radhiyallahu 'anhu bersama kawan-kawannya, tembilang mereka terbentur pada sebuah batu besar.
Salman radhiyallahu 'anhu seorang yang berperawakan kuat dan bertenaga besar. Sekali ayun dari lengannya yang kuat akan dapat membelah batu dan memecahnya menjadi pecahan-pecahan kecil. Tetapi menghadapi batu besar ini ia tak berdaya, sedang bantuan dari teman-temannya hanya menghasilkan kegagalan belaka.
Salman radhiyallahu 'anhu pergi mendapatkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan minta idzin mengalihkan jalur parit dari garis semula, untuk menghindari batu besar yang tak tergoyahkan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pergi bersama Salman radhiyallahu 'anhu untuk melihat sendiri keadaan tempat dan batu besar tadi. Dan setelah menyaksikannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meminta sebuah tembilang dan menyuruh para shahabat mundur dan menghindarkan diri dari pecahan-pecahan batu itu nanti....
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu membaca basmalah dan mengangkat kedua tangannya yang mulia yang sedang memegang erat tembilang itu, dan dengan sekuat tenaga dihunjamkannya ke batu besar itu. Kiranya batu itu terbelah dan dari celah belahannya yang besar keluar lambaian api yang tinggi dan menerangi. "Saya lihat lambaian api itu menerangi pinggiran kota Madinah", kata Salman radhiyallahu 'anhu, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan takbir, sabdanya:
Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci istana negeri Persi, dan dari lambaian api tadi nampak olehku dengan nyata istana-istana kerajaan Hirah begitu pun kota-kota maharaja Persi dan bahwa ummatku akan menguasai semua itu.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengangkat tembilang itu kembali dan memukulkannya ke batu untuk kedua kalinya. Maka tampaklah seperti semula tadi. Pecahan batu besar itu menyemburkan lambaian api yang tinggi dan menerangi, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertakbir sabdanya:
Allah Maha Besar! aku telah dikaruniai kunci-kunci negeri Romawi, dan tampak nyata olehku istana-istana merahnya, dan bahwa ummatku akan menguasainya.
Kemudian dipukulkannya untuk ketiga kali, dan batu besar itu pun menyerah pecah berderai, sementara sinar yang terpancar daripadanya amat nyala dan terang temarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mengucapkan la ilaha illallah diikuti dengan gemuruh oleh kaum Muslimin. Lalu diceritakanlah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau sekarang melihat istana-istana dan mahligai-mahligai di Syria maupun Shan'a, begitu pun di daerah-daerah lain yang suatu ketika nanti akan berada di bawah naungan bendera Allah yang berkibar. Maka dengan keimanan penuh Kaum Muslimin pun serentak berseru: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya .... Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya.

Sejarah Uwais Al Worni yang terkenal di langit

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru,
rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada
tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli
membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut
yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan,
tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan
tetapi sangat terkenal di langit.
Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti
ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru
dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata
Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah
dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan
karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang
dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan
menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai
macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya,
memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik,
karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya
seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari
mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari
mencuri”.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili
kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya
penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya
sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama
Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya
yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh
dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan
puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar
seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk
menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya.
Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati
Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera
memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya
kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke
Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung.
Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan
cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru
datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan
kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.
Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang
cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu
yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya.
Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera
dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini
akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu
hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada
beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan
musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk
bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah
beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya
selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa.
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi
hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi
menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa
terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan
Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”.
Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan
kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju
Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman.
Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir,
bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari,
semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras
baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni
di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu
rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah
r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi
yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di
rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang
perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada
di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan
Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan
masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan
sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas
pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah
mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa
dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada
sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya
menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan
perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang
kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa
Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni
langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda
Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun.
Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang
mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya
sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan
ibunya terlalu lama. Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin
berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai
tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau
SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan
bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah
do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni
bumi”.
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga
kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan
Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda
Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera
mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak
itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu
menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya
yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan
kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan
mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju
kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman,
segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan
bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di
perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi
menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya
Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais
menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu
berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk
membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais,
sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar !
Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut,
siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban
itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah,
yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais
kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”. Dalam pembicaraan
mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah
sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat
itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan
mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:
“Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan
Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan
istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni
akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang
negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera
saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya
hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi”.
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar
beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh
Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab
bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus
dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami
sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin
berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan
selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di
atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai
waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu
kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah,
tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang
terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan
dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah !
“katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal
dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal
satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami
lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam,
sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu
orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban
asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah
nama Tuan ? “Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada di
kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim
oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah
kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?”
tanyanya.”Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat
di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam,
tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya
dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan
seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang
tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah
pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan
tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan
ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika
orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada
orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan
dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan
untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,
“ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari
mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah
tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah
orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa
pemerintahan sayyidina Umar r.a.)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman.
Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya
orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan
orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan
ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap
melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais
al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang
tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba
dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan
penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah
kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman
mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi
tapi terkenal di langit.